ARTIKEL
Apa
Itu Ajaran Bidat
Bidat, menurut J.
Verkuyl dalam buku Gereja dan Bidat, berasal dari bahasa Arab yang berarti
“suatu ajaran atau aliran yang menyimpang dari ajaran resmi”. Ini setali tiga
uang dengan pengertian yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI): bidat adalah ajaran yang menyalahi ajaran yang benar.
Sedangkan menurut DR.H
Berkhof dan DR IH Enklaar, ditinjau dari sudut historis bidat adalah persektuan
Kristen—berskala kecil—yang dengan sengaja memisahkan diri dari gereja besar
dan ajarannya; menekankan iman Kristen secara berat sebelah sehingga menyimpang
dari kebenaran Injil.
Dan, Ensiklopedi Gereja
memaparkan pengertian bidat sebagai pandangan yang salah tentang apa yang wajib
diimani. Dengan demikian, bidat adalah sekte, kelompok, atau gerakan dengan ajaran
yang menyimpang dari ajaran utama—khususnya mengenai Allah, Kristus, Roh Kudus,
dan keselamatan—sebagaimana yang dijarkan Alkitab.
Teologiawan Mangapul
Sagala memaparkan ciri-ciri bidat Kristen yakni memiliki Injil atau ‘kabar
baik’ yang berbeda. Kemudian, memiliki Injil plus, artinya memiliki Kitab Suci
yang sama tetapi ditambah dengan kitab lain yang menurut penganutnya
otoritasnya sama dengan Alkitab—misal Kitab Mormon.
Kemudian, ada juga bidat
yang meski berpatokan pada Alkitab, tetapi dengan sengaja mengabaikan beberapa
kebenaran yang mereka anggap tidak sesuai dengan ajaran mereka.
Penganut bidat juga
dikenal ‘gemar’ menciptakan aturan-aturan yang ‘disamakan’ dengan Injil.
Misal, ada ajaran bidat yang melarang pengikutnya mengenakan perhiasan dan
kerudung. Ada bidat yang memberi pangkat-pangkat kepada anggotanya—meski aturan
itu tidak disebutkan dalam Alkitab.
Ajaran bidat juga
menekankan kepada ibadah yang bersifat supranatural—tidak menyeimbangkan hati,
pikiran, dan akal budi—dan membesarkan diri sendiri, sehingga tidak lagi
berpusat pada Tuhan melainkan pada pengkultusan individu.
Beberapa ajaran bidat
yang menyimpang dari kebenaran Kristen yakni Saksi Yehovah, Gereja Yesus
Kristus dari Orang Suci Zaman Akhir atau aliran Mormon, Christian Science,
Children of God, dan lain-lain.
Sikap
Orang Percaya Yang Tahu Yesus Akan Datang
Saat ini kita sedang
hidup pada bagian terakhir dari akhir jaman. Alkitab berkata, sebelum
kedatangan Yesus yang kedua kali, ajab datang masa yang sukar; dan masa yang
sukar dijelaskan oleh Alkitab di sini bukan sekadar akan terjadi banyak
kelaparan, bencana alam, dan peperangan, tetapi juga ditandai dengan:
Manusia akan mencintai
dirinya sendiri
Manusia tidak tahu berterima kasih
Manusia tidak peduli kepada agama, dan
Manusia akan menjadi hamba uang (2 Timotius 3: 1-4)
Manusia tidak tahu berterima kasih
Manusia tidak peduli kepada agama, dan
Manusia akan menjadi hamba uang (2 Timotius 3: 1-4)
Semua itu sudah sangat
dekat dan terjadi di tengah-tengah lingkungan kita. Tinggal sekarang, bagaimana
sikap kita sebagai orang percaya jika tahu bahwa Yesus akan datang. Selama kita
masih ada di bumi, kita harus berbuat sesuatu karena Tuhan tidak mencari
orang-orang yang menganggur tetapi mereka yang berani berbuat lebih banyak
untuk Tuhan di akhir jaman ini,
Bagi orang dunia,
semakin sibuk berarti semakin mendapatkan “berkat” namun hidup terpisah dari
Tuhan; tetapi sebaliknya bagi orang percaya: semakin sibuk semakin diberkati
dan dipercayakan hal-hal yang besar, dan semakin dekat dengan Tuhan karena di
luar Kristus kita tidak dapat berbuat apa-apa.
Melalui ayat bacaan
Yohanes 15: 1-10, ada tiga berkat besar jika kita melekat pada Kristus:
1. Kita akan memiliki
hidup yang dewasa
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:5)
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:5)
Apa artinya berbuah?
Sebuah pohon bisa berbuah jika sudah mencapai tingkat kedewasaan tertentu,
sehingga pohon itu dapat dinikmati oleh orang lain. Namun, seringkali kita
tidak mau menjadi dewasa yakni mudah sedih, menangis, putus asa, lemah, dan
selalu meminta perhatian.
Kita harus menjadi
dewasa dan kedewasaan itu berarti belajar untuk melihat kemuliaan Allah di
balik segala sesuatu yang terjadi di dalam hidup kita; selalu tegar berdiri,
tidak takut, tetapi percaya bahwa pembelaan Allah selalu datang tepat pada
waktunya.
Ada dua jenis panggilan
utama bagi orang percaya:
- Panggilan untuk menjadi bayi rohani yakni memulai hidup kekristenan, karena Allah mau melakukan segala sesuatunya untuk kita. (Matius 11:28)
- Panggilan untuk dewasa rohani yakni untuk pergi memberitakan Injil; berbuat sesuatu bagi Tuhan sehingga lewat hidup kita banyak orang diberkati. (Matius 28:16-20)
- Panggilan untuk menjadi bayi rohani yakni memulai hidup kekristenan, karena Allah mau melakukan segala sesuatunya untuk kita. (Matius 11:28)
- Panggilan untuk dewasa rohani yakni untuk pergi memberitakan Injil; berbuat sesuatu bagi Tuhan sehingga lewat hidup kita banyak orang diberkati. (Matius 28:16-20)
2. Kita akan memiliki
hidup yang intim dengan Allah
“Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yohanes 15:5)
“Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yohanes 15:5)
“Aku tidak menyebut kamu
lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku
menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala
sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.” (Yohanes 15:7)
Allah akan berbicara
dengan kita yakni mengenai langkah apa yang harus kita buat, apa yang akan
terjadi di dalam hidup kita, dan bagaimana Dia akan memimpin kita lewat Roh-Nya.
Kekristenan kita akan menghdapi tantangan dan api penyucian, tetapi kita tidak
akan takut karena bagi orang percaya tidak ada yang terjadi secara kebetulan.
Itu sebabnya orang yang
dekat dengan Tuhan tidak akan takut, bimbang, dan kuatir menghadapi apapaun
karena dia tahu Allah menyertainya.
3. Kita akan memiliki
kepastian bahwa hari esok kita menyenangkan“Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah
mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti
perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah
Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.” (Yohanes 15:9-10)
Ada banyak orang yang
tidak yakin dengan hari esoknya sehingga mereka terus hidup dalam kebimbangan
dan kekuatiran. Tetapi bagi orang percaya, sekalipun hari ini ada di dalam
masalah dan pergumulan yang berat, kita tetap percaya bahwa di balik semuanya
itu Allah sedang merancangkan hari esok yang penuh harapan.
Bagi orang percaya hari
esoknya ada karena janji-janji Allah; karena jika kita gantungkan hari esok
kita kepada uang, karir, atau kepada janji-janji manusia maka kita akan kecewa.
Orang yang melekat
dengan Yesus tidak akan mudah menyerah dan putus asa menghadapi kondisi apa pun
yang sedang terjadi; tetapi justru akan semakin intim dengan Allah sehingga
akan melihat hari esok semakin menyenangkan; karena kita tahun dan kita percaya
bahwa Allah berkuasa melaksanakan janji-janjiNya. Amin.
Memiliki
Iman Seperti Habakuk
Kitab Habakuk dimulai
dengan pergumulannya melihat kehidupan bangsanya yang sangat jahat di masa itu,
dan diakhiri dengan rasa kecewa yang teramat dalam kepada Tuhan. Namun, di
pasal kedua, Habakuk bangkit dan menyatakan kebenaran, bahwa orang benar akan
hidup karena percaya.
Habakuk, meski nabi,
tetap manusia biasa yang seringkali keheranan saat menjumpai pelbagai masalah
yang ada di sekitarnya. Dan, seperti manusia lainnya, ia pun bertanya,
“Mengapa?”, “Berapa lama lagi?” dan lain-lain. Ini adalah problema dasar dari
permalahan manusia, yakni mempertanyakan kehendak dan kedaulatan Allah dalam
perlbagai masalah hidup manusia.
Memang, situasi yang
dialami Habakuk saat itu demikian menyesakkan. Sebagian besar orang Israel
menjalani hidup sebagai orang fasik. Dan sisanya, orang benar,
dikelilingi, dimanipulasi, dan dikuasai oleh orang Israel yang jahat. Belum
lagi penjajahan orang Kasdim, yang merupakan bangsa penyembah berhala.
Yang menjadi pemicu dari
keluh kesah Nabi Habakuk bukanlah kelakuan orang Kasdim, melainkan kebejatan
yang dilakukan bangsa Israel, yang mengaku menyembah Tuhan tapi dalam
praktiknya hidup bagai orang fasik. Begitu jahatnya kehdiupan orang Israel di
masa itu, hingga mengakibatkan penderitaan yang berat di kalangan bangsa
Israel. Alih-alih terus-menerus dirudung kesal, Habakuk memilih untuk mencari
Tuhan, dan ia pun menemukan secercah sinar pengharapan di masa-masa gelap dalam
kehidupan bangsanya itu.
“Sekalipun pohon ara
tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan,
sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba
terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan
bersorak-sorai di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan
aku.” Ayat yang terdapat dalam Habakuk 3:17-18 ini adalah hasil dari perjalanan
iman Habakuk, hasil dari keputusannya untuk tetap mempercayai Tuhan di masa
yang sulit itu.
Di mata Habakuk, meski
penderitaan tak kunjung mereda, sejarah telah membuktikan pembelaan Tuhan
terhadap umatNya. Dan, Tuhan yang sama telah berjanji untuk mengegakkan
keadilan. Sebab itu, masa suram yang sedang dihadapi Habakuk, tidak membuat
imannya surut. Malahan, sukacita dan damai sejahtera karena mempercayai janji
Allah yang tidak pernah berdusta, memberikan kekuatan untuk bertahan bahkan
menyelesaikan perjalanan iman yang sulit bagai mendaki gunung
terjal.
Dengan mata iman,
Habakuk melihat melampaui realitas kesulitan hidup yang dialami bangsa Israel.
Dengan memandang Tuhan, Habakuk berserah dan memiliki kualitas hidup rohani
yang diperbaharui. Dan dengan kaki iman, Habakuk berani dan memiliki kekuatan
untuk melangkah di dalam kehidupan yang penuh dengan kesulitan. Sudahkah Anda
memiliki iman seperti Habakuk?
Pakistan
Canangkan Jumat Agung Sebagai Hari Libur Nasional
Mulai tahun 2010,
pemerintah Pakistan akan mencanangkan hari Jumat Agung sebagai hari libur
nasional bagi umat Kristen di negeri itu.
Ya, para pemuka rohani
Kristen di Pakistan, dipastikan akan menerima jaminan dari pemerintah setempat
untuk merayakan Paskah dengan damai—termasuk ‘pengaruh’ dari militan Taliban.
Tahun ini, perayaan
Paskah di Pakistan berlangsung dengan semarak. Ini karena, menurut Arthur
Charles dari gereja Katolik St. Patrick, umat Kristen di Pakistan menghayati
pentingnya makna Paskah—kematian dan kebangkitan Kristus—bagi mereka. “Beberapa
orang mungkin tidak menghadiri ibadah gereja dengan rutin, tetapi mereka pasti
datang ke gereja untuk merayakan hari yang istimewa seperti Paskah. Bagi
mereka, perayaan ini mengingatkan mereka untuk datang kepada Tuhan,” terang
Charles.
“Bagi umat Kristen di
Pakistan, kebangkitan Yesus dan janji kedatanganNya yang kedua kali untuk
mengalahkan maut, memiliki arti yang penuh kuasa. Oleh karena itu kami mengajarkan
mereka untuk menjadi ciptaan baru, menghayati dan membawa kuasa kebangkitan
Yesus di hati dan pikiran mereka. Sehingga mereka dapat menjadi saksi Yesus di
tengah-tengah masyarakat Pakistan.
Perayaan Paskah di St.
Patrick juga dimeriahkan dengan pertunjukkan musikal bertajuk Shaam-e-Calvary
atau ‘malam di Gunung Kalvari’, oleh anak-anak muda di Lahore. Pertunjukkan ini
bercerita mengenai penderitaan, kematian, dan kebangkitan Kristus.
Menurut Andrew Nisari,
vikaris dari Archdiocese of Lahore, anak-anak muda Lahore lainnya juga sibuk
membersihkan gedung gereja, memastikan keamanan ibadah, dan menolong jemaat.
Sementara Iftikhar Moon,
dari gereja di wilayah Warispura, merayakan paskah bersama para narapidana di
Kota Faisalabad. Sebelumnya, Moon rutin menggelar ibadah minggu di penjara
tersebut, termasuk memberikan layanan konseling dan memotivasi para narapidana
untuk tidak mengulangi kesalahan mereka.
Blogger
Kristen Mesir Ditahan Tanpa Proses Peradilan
Seorang blogger asal
Mesir yang juga pemeluk Kristen Koptis, memasuki tahun kedua hidup di dalam
penjara—tanpa tuduhan apa pun. Selama berada di bui, Hani Nazzer, 28 tahun,
mengaku dipaksa memeluk agama Islam agar dapat keluar dari penjara.
Tahun lalu, tepatnya
pada 3 Oktober, Nazeer yang berprofesi sebagai karyawan di sebuah sekolah dan
pemilik blog Karz El Hob atau Cinta Buah Cherry, ditangkap oleh pemerintah
Mesir dan dijebloskan ke Penjara Burj Al-Arab. Meski pihak keamanan tidak
pernah mendakwa Hani dengan tuduhan kriminal, ia ditahan selama lebih dari satu
tahun.
“Nazeer telah ditahan
dengan sewenang-wenang, dan kini dipaksa untuk meninggalkan kepercayaannya,”
jelas Gamel Eid, direktur eksekutir Arabic Network for Human Rights Information
(ANHRI).
“Polisi mengatakan
kepada para tahanan bahwa jika Hani bersedia memeluk agama Islam maka ia akan
dibebaskan dari penjara; para tahanan inilah yang terus-menerus memaksa
Nazeer,” imbuh Eid sebagaimana diberitakan Christian Post.
Selain itu, Nazeer juga
kerap mendapat ancaman dari tahanan lainnya lantaran ia tetap berpegang pada
imannya.
Sehari sebelum
penangkapan Nazeer, sekelompok pemuda muslim setempat melihat blog miliknya
kemudian meng-klik tautan ke sebuah novel online bertajuk “Azazil’s Goat in
Mecca”(Kambing Azazil di Mekah)—ditulis untuk menanggapi buku berjudul “Azazil”
milik Yusuf Zidane, yang berisi kritikan terhadap kekristenan.
Di Mesir, penghinaan
terhadap agama merupakan pelanggaran pidana; namun ini hanya berlaku jika agama
yang dihina adalah Islam.
Menurut Eid, pemicu yang
sebenarnya adalah kekecewaan otoritas Islam setempat terhadap kritikan Nazeer
terhadap upaya islamisasi di Tanah Mesir, dan politisasi di gereja koptis.
“Pertemuan para penggiat
politik di gereja koptis tidaklah tepat karena gereja dimaksudkan sebagai rumah
ibadah, bukan aktivitas politis,” tulis Nazeer dalam laman blognya.
“Nazeer berada di posisi
yang sangat sulit; bukan saja karena ia ditentang oleh kaum muslim tapi juga
petinggi gereja yang menjadi sasaran kritikan Nazeer,” papar Eid, prihatin.
Sepupu Nazeer, Kalldas
Fakhry Girgis, 15 tahun, yang baru bertemu Nazeer 15 hari lalu, berkata bahwa
meski Nazeer berada dalam kurungan, kondisi mentalnya cukup baik.
“Ia tetap teguh memegang
iman dan keyakinannya,” aku Kalldas.
Para
Martir Dari Negeri Tirai Bambu
Negeri China selalu
menyimpan kisah pilu, khususnya bagi anak Tuhan yang berdomisili di negeri
tirai bambu itu. Penangkapan, pemenjaraan, penganiayaan hingga sampai meregang
nyawa, bukan sesuatu yang baru di negeri China. Ini yang mendasari menjamurnya
gereja-gereja “bawah tanah” di negeri China, bak cendawan di musim hujan.
Tak hanya kebebasan
beribadah yang langka di negeri China, Alkitab juga jarang ditemukan di negeri
panda. Akibatnya, lembar demi lembar halaman Alkita dirobek, dan dibagikan
kepada tiap orang Kristen. Lembar itu kemudian dihapalkan, dan esok minggu
dibagikan kepada saudara seiman lainnya.
Ngen Do Man, pendeta
setempat, adalah martir China yang tewas pada tahun 1991. Satu hari di bulan
Januari, ia sedang menuju pertemuan dengan orang-orang Kristen lainnya di
sebuah ibadah rumah yang tersembunyi di balik bukit. Ini bukan perjalanan
pertama bagi pendeta yang juga sekaligus berprofesi sebagai penginjil itu.
Selama tiga tahun
melayani Tuhan, Ngen Do Man sudah memenangkan lebih dari 200 jiwa di negeri
China. Walhasil, ia diberi catatan hitam oleh otoritas negeri China, dan
beberapa kali dijadikan target operasi bak penjahat kelas kakap. Selama tiga
tahun itu pula, Ngen Do man berhasil melarikan diri. Tapi hari itu, kisahnya
tak lagi sama.
Di tengah perjalanan,
belasan orang berwajah sangar dengan senjata tajam menghadang Ngen Do Man.
Tanpa gentar sedikit pun, Ngen Do Man memanjatkan doa, “Tuhan, terima kasih aku
boleh mendapatkan kehormatan demi memperjuangkan namaMu. Ampunilah mereka.
Jangan tanggungkan dosa ini kepada mereka,” siang itu untuk terakhir kalinya,
Ngen Do Man melayani Tuhan di dunia. Usai berdoa, ia pun diserbu dan disiksa,
dengan 13 tusukan yang menewaskan nyawanya seketika.
Tiga tahun kemudian, sebuah
rumah di Taoyuan, Saanxi, yang difungsikan sebagai tempat ibadah, diserang. Dua
orang perempuan muda Kristen tak berhasil melarikan diri. Salah seorang dari
mereka bernama Lai Manping, yang baru berusia 20 tahun. Mereka dipukul dengan
kejam, ditaruh di atas kompor, dan batu gerinda seberat 59 kg diletakkan di
atas punggung mereka. Kemudian mereka dipukuli dengan tongkat, pakaian mereka
dilepas, dan (maaf) pantat mereka dilecut dengan cambuk yang ujungnya berkait.
Maka, segumpal daging terlepas, darah segar pun mengucur deras.
Manping akhirnya tewas
mengenaskan. Usai penyiksaan, seorang Kristen yang lain mengambil mayat Manping
dan segera menguburkannya tanpa ada upacara apa pun.
Kisah pilu dari negeri
tirai bambu terus berlanjut, kali ini terjadi di tahun 1996. Gereja rumah di
desa Xiangshan, Guandong, diserbu untuk keempat kalinya. Syahdan, seorang
pemuda berusia 17 tahun, Jiang Guoxion, tertangkap dan dibawa ke penjara. Jiang
adalah anak pemimpin gereja, Yang Qun.
Di sana, Jiang
diperlakukan dengan brutal. Ia dipukuli dengan kejam di hampir semua bagian
tubuhnya. Tak cukup sampai di situ, otoritas juga menyiksanya dengan sebuah
alat penjepit jempol. Sementara Jiang menghuni rumah prodeo, Yang Quan sang
ayah, terus mewartakan injil dan tetap membuka rumahnya sebagai tempat
peribadatan orang Kristen di sana.
No comments:
Post a Comment