Tuesday 17 September 2013

Artikel Kekristenan


ARTIKEL

Apa Itu Ajaran Bidat


Bidat, menurut J. Verkuyl dalam buku Gereja dan Bidat, berasal dari bahasa Arab yang berarti “suatu ajaran atau aliran yang menyimpang dari ajaran resmi”. Ini setali tiga uang dengan pengertian yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): bidat adalah ajaran yang menyalahi ajaran yang benar.
Sedangkan menurut DR.H Berkhof dan DR IH Enklaar, ditinjau dari sudut historis bidat adalah persektuan Kristen—berskala kecil—yang dengan sengaja memisahkan diri dari gereja besar dan ajarannya; menekankan iman Kristen secara berat sebelah sehingga menyimpang dari kebenaran Injil.
Dan, Ensiklopedi Gereja memaparkan pengertian bidat sebagai pandangan yang salah tentang apa yang wajib diimani. Dengan demikian, bidat adalah sekte, kelompok, atau gerakan dengan ajaran yang menyimpang dari ajaran utama—khususnya mengenai Allah, Kristus, Roh Kudus, dan keselamatan—sebagaimana yang dijarkan Alkitab.
Teologiawan Mangapul Sagala memaparkan ciri-ciri bidat Kristen yakni memiliki Injil atau ‘kabar baik’ yang berbeda. Kemudian, memiliki Injil plus, artinya memiliki Kitab Suci yang sama tetapi ditambah dengan kitab lain yang menurut penganutnya otoritasnya sama dengan Alkitab—misal Kitab Mormon.
Kemudian, ada juga bidat yang meski berpatokan pada Alkitab, tetapi dengan sengaja mengabaikan beberapa kebenaran yang mereka anggap tidak sesuai dengan ajaran mereka.
Penganut bidat juga dikenal ‘gemar’ menciptakan aturan-aturan yang ‘disamakan’ dengan Injil.  Misal, ada ajaran bidat yang melarang pengikutnya mengenakan perhiasan dan kerudung. Ada bidat yang memberi pangkat-pangkat kepada anggotanya—meski aturan itu tidak disebutkan dalam Alkitab.
Ajaran bidat juga menekankan kepada ibadah yang bersifat supranatural—tidak menyeimbangkan hati, pikiran, dan akal budi—dan membesarkan diri sendiri, sehingga tidak lagi berpusat pada Tuhan melainkan pada pengkultusan individu.
Beberapa ajaran bidat yang menyimpang dari kebenaran Kristen yakni Saksi Yehovah, Gereja Yesus Kristus dari Orang Suci Zaman Akhir atau aliran Mormon, Christian Science, Children of God, dan lain-lain.

Sikap Orang Percaya Yang Tahu Yesus Akan Datang


Saat ini kita sedang hidup pada bagian terakhir dari akhir jaman. Alkitab berkata, sebelum kedatangan Yesus yang kedua kali, ajab datang masa yang sukar; dan masa yang sukar dijelaskan oleh Alkitab di sini bukan sekadar akan terjadi banyak kelaparan, bencana alam, dan peperangan, tetapi juga ditandai dengan:
Manusia akan mencintai dirinya sendiri
Manusia tidak tahu berterima kasih
Manusia tidak peduli kepada agama, dan
Manusia akan menjadi hamba uang (2 Timotius 3: 1-4)
Semua itu sudah sangat dekat dan terjadi di tengah-tengah lingkungan kita. Tinggal sekarang, bagaimana sikap kita sebagai orang percaya jika tahu bahwa Yesus akan datang. Selama kita masih ada di bumi, kita harus berbuat sesuatu karena Tuhan tidak mencari orang-orang yang menganggur tetapi mereka yang berani berbuat lebih banyak untuk Tuhan di akhir jaman ini,
Bagi orang dunia, semakin sibuk berarti semakin mendapatkan “berkat” namun hidup terpisah dari Tuhan; tetapi sebaliknya bagi orang percaya: semakin sibuk semakin diberkati dan dipercayakan hal-hal yang besar, dan semakin dekat dengan Tuhan karena di luar Kristus kita tidak dapat berbuat apa-apa.
Melalui ayat bacaan Yohanes 15: 1-10, ada tiga berkat besar jika kita melekat pada Kristus:
1. Kita akan memiliki hidup yang dewasa
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:5)
Apa artinya berbuah? Sebuah pohon bisa berbuah jika sudah mencapai tingkat kedewasaan tertentu, sehingga pohon itu dapat dinikmati oleh orang lain. Namun, seringkali kita tidak mau menjadi dewasa yakni mudah sedih, menangis, putus asa, lemah, dan selalu meminta perhatian.
Kita harus menjadi dewasa dan kedewasaan itu berarti belajar untuk melihat kemuliaan Allah di balik segala sesuatu yang terjadi di dalam hidup kita; selalu tegar berdiri, tidak takut, tetapi percaya bahwa pembelaan Allah selalu datang tepat pada waktunya.
Ada dua jenis panggilan utama bagi orang percaya:
- Panggilan untuk menjadi bayi rohani yakni memulai hidup kekristenan, karena Allah mau melakukan segala sesuatunya untuk kita. (Matius 11:28)
- Panggilan untuk dewasa rohani yakni untuk pergi memberitakan Injil; berbuat sesuatu bagi Tuhan sehingga lewat hidup kita banyak orang diberkati. (Matius 28:16-20)
2. Kita akan memiliki hidup yang intim dengan Allah
“Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yohanes 15:5)
“Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.” (Yohanes 15:7)
Allah akan berbicara dengan kita yakni mengenai langkah apa yang harus kita buat, apa yang akan terjadi di dalam hidup kita, dan bagaimana Dia akan memimpin kita lewat Roh-Nya. Kekristenan kita akan menghdapi tantangan dan api penyucian, tetapi kita tidak akan takut karena bagi orang percaya tidak ada yang terjadi secara kebetulan.
Itu sebabnya orang yang dekat dengan Tuhan tidak akan takut, bimbang, dan kuatir menghadapi apapaun karena dia tahu Allah menyertainya.
3. Kita akan memiliki kepastian bahwa hari esok kita menyenangkan“Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.” (Yohanes 15:9-10)
Ada banyak orang yang tidak yakin dengan hari esoknya sehingga mereka terus hidup dalam kebimbangan dan kekuatiran. Tetapi bagi orang percaya, sekalipun hari ini ada di dalam masalah dan pergumulan yang berat, kita tetap percaya bahwa di balik semuanya itu Allah sedang merancangkan hari esok yang penuh harapan.
Bagi orang percaya hari esoknya ada karena janji-janji Allah; karena jika kita gantungkan hari esok kita kepada uang, karir, atau kepada janji-janji manusia maka kita akan kecewa.
Orang yang melekat dengan Yesus tidak akan mudah menyerah dan putus asa menghadapi kondisi apa pun yang sedang terjadi; tetapi justru akan semakin intim dengan Allah sehingga akan melihat hari esok semakin menyenangkan; karena kita tahun dan kita percaya bahwa Allah berkuasa melaksanakan janji-janjiNya. Amin.

Memiliki Iman Seperti Habakuk


Kitab Habakuk dimulai dengan pergumulannya melihat kehidupan bangsanya yang sangat jahat di masa itu, dan diakhiri dengan rasa kecewa yang teramat dalam kepada Tuhan. Namun, di pasal kedua, Habakuk bangkit dan menyatakan kebenaran, bahwa orang benar akan hidup karena percaya. 
Habakuk, meski nabi, tetap manusia biasa yang seringkali keheranan saat menjumpai pelbagai masalah yang ada di sekitarnya. Dan, seperti manusia lainnya, ia pun bertanya, “Mengapa?”, “Berapa lama lagi?” dan lain-lain. Ini adalah problema dasar dari permalahan manusia, yakni mempertanyakan kehendak dan kedaulatan Allah dalam perlbagai masalah hidup manusia.
Memang, situasi yang dialami Habakuk saat itu demikian menyesakkan. Sebagian besar orang Israel menjalani hidup sebagai orang  fasik. Dan sisanya, orang benar, dikelilingi, dimanipulasi, dan dikuasai oleh orang Israel yang jahat. Belum lagi penjajahan orang Kasdim, yang merupakan bangsa penyembah berhala.
Yang menjadi pemicu dari keluh kesah Nabi Habakuk bukanlah kelakuan orang Kasdim, melainkan kebejatan yang dilakukan bangsa Israel, yang mengaku menyembah Tuhan tapi dalam praktiknya hidup bagai orang fasik. Begitu jahatnya kehdiupan orang Israel di masa itu, hingga mengakibatkan penderitaan yang berat di kalangan bangsa Israel. Alih-alih terus-menerus dirudung kesal, Habakuk memilih untuk mencari Tuhan, dan ia pun menemukan secercah sinar pengharapan di masa-masa gelap dalam kehidupan bangsanya itu.
“Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorai di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.” Ayat yang terdapat dalam Habakuk 3:17-18 ini adalah hasil dari perjalanan iman Habakuk, hasil dari keputusannya untuk tetap mempercayai Tuhan di masa yang sulit itu.
Di mata Habakuk, meski penderitaan tak kunjung mereda, sejarah telah membuktikan pembelaan Tuhan terhadap umatNya. Dan, Tuhan yang sama telah berjanji untuk mengegakkan keadilan. Sebab itu, masa suram yang sedang dihadapi Habakuk, tidak membuat imannya surut. Malahan, sukacita dan damai sejahtera karena mempercayai janji Allah yang tidak pernah berdusta, memberikan kekuatan untuk bertahan bahkan menyelesaikan perjalanan iman yang sulit bagai mendaki gunung terjal.  
Dengan mata iman, Habakuk melihat melampaui realitas kesulitan hidup yang dialami bangsa Israel. Dengan memandang Tuhan, Habakuk berserah dan memiliki kualitas hidup rohani yang diperbaharui. Dan dengan kaki iman, Habakuk berani dan memiliki kekuatan untuk melangkah di dalam kehidupan yang penuh dengan kesulitan. Sudahkah Anda memiliki iman seperti Habakuk?

Pakistan Canangkan Jumat Agung Sebagai Hari Libur Nasional


Mulai tahun 2010, pemerintah Pakistan akan mencanangkan hari Jumat Agung sebagai hari libur nasional bagi umat Kristen di negeri itu.
Ya, para pemuka rohani Kristen di Pakistan, dipastikan akan menerima jaminan dari pemerintah setempat untuk merayakan Paskah dengan damai—termasuk ‘pengaruh’ dari militan Taliban.
Tahun ini, perayaan Paskah di Pakistan berlangsung dengan semarak. Ini karena, menurut Arthur Charles dari gereja Katolik St. Patrick, umat Kristen di Pakistan menghayati pentingnya makna Paskah—kematian dan kebangkitan Kristus—bagi mereka. “Beberapa orang mungkin tidak menghadiri ibadah gereja dengan rutin, tetapi mereka pasti datang ke gereja untuk merayakan hari yang istimewa seperti Paskah. Bagi mereka, perayaan ini mengingatkan mereka untuk datang kepada Tuhan,” terang Charles.
“Bagi umat Kristen di Pakistan, kebangkitan Yesus dan janji kedatanganNya yang kedua kali untuk mengalahkan maut, memiliki arti yang penuh kuasa. Oleh karena itu kami mengajarkan mereka untuk menjadi ciptaan baru, menghayati dan membawa kuasa kebangkitan Yesus di hati dan pikiran mereka. Sehingga mereka dapat menjadi saksi Yesus di tengah-tengah masyarakat Pakistan. 
Perayaan Paskah di St. Patrick juga dimeriahkan dengan pertunjukkan musikal bertajuk Shaam-e-Calvary atau ‘malam di Gunung Kalvari’, oleh anak-anak muda di Lahore. Pertunjukkan ini bercerita mengenai penderitaan, kematian, dan kebangkitan Kristus.
Menurut Andrew Nisari, vikaris dari Archdiocese of Lahore, anak-anak muda Lahore lainnya juga sibuk membersihkan gedung gereja, memastikan keamanan ibadah, dan menolong jemaat.
Sementara Iftikhar Moon, dari gereja di wilayah Warispura, merayakan paskah bersama para narapidana di Kota Faisalabad. Sebelumnya, Moon rutin menggelar ibadah minggu di penjara tersebut, termasuk memberikan layanan konseling dan memotivasi para narapidana untuk tidak mengulangi kesalahan mereka.

Blogger Kristen Mesir Ditahan Tanpa Proses Peradilan


Seorang blogger asal Mesir yang juga pemeluk Kristen Koptis, memasuki tahun kedua hidup di dalam penjara—tanpa tuduhan apa pun. Selama berada di bui, Hani Nazzer, 28 tahun, mengaku dipaksa memeluk agama Islam agar dapat keluar dari penjara.
Tahun lalu, tepatnya pada 3 Oktober, Nazeer yang berprofesi sebagai karyawan di sebuah sekolah dan pemilik blog Karz El Hob atau Cinta Buah Cherry, ditangkap oleh pemerintah Mesir dan dijebloskan ke Penjara Burj Al-Arab. Meski pihak keamanan tidak pernah mendakwa Hani dengan tuduhan kriminal, ia ditahan selama lebih dari satu tahun.
“Nazeer telah ditahan dengan sewenang-wenang, dan kini dipaksa untuk meninggalkan kepercayaannya,” jelas Gamel Eid, direktur eksekutir Arabic Network for Human Rights Information (ANHRI).
“Polisi mengatakan kepada para tahanan bahwa jika Hani bersedia memeluk agama Islam maka ia akan dibebaskan dari penjara; para tahanan inilah yang terus-menerus memaksa Nazeer,” imbuh Eid sebagaimana diberitakan Christian Post.
Selain itu, Nazeer juga kerap mendapat ancaman dari tahanan lainnya lantaran ia tetap berpegang pada imannya.
Sehari sebelum penangkapan Nazeer, sekelompok pemuda muslim setempat melihat blog miliknya kemudian meng-klik tautan ke sebuah novel online bertajuk “Azazil’s Goat in Mecca”(Kambing Azazil di Mekah)—ditulis untuk menanggapi buku berjudul “Azazil” milik Yusuf Zidane, yang berisi kritikan terhadap kekristenan.
Di Mesir, penghinaan terhadap agama merupakan pelanggaran pidana; namun ini hanya berlaku jika agama yang dihina adalah Islam.
Menurut Eid, pemicu yang sebenarnya adalah kekecewaan otoritas Islam setempat terhadap kritikan Nazeer terhadap upaya islamisasi di Tanah Mesir, dan politisasi di gereja koptis.
“Pertemuan para penggiat politik di gereja koptis tidaklah tepat karena gereja dimaksudkan sebagai rumah ibadah, bukan aktivitas politis,” tulis Nazeer dalam laman blognya.
“Nazeer berada di posisi yang sangat sulit; bukan saja karena ia ditentang oleh kaum muslim tapi juga petinggi gereja yang menjadi sasaran kritikan Nazeer,” papar Eid, prihatin.
Sepupu Nazeer, Kalldas Fakhry Girgis, 15 tahun, yang baru bertemu Nazeer 15 hari lalu, berkata bahwa meski Nazeer berada dalam kurungan, kondisi mentalnya cukup baik.
“Ia tetap teguh memegang iman dan keyakinannya,” aku Kalldas.

Para Martir Dari Negeri Tirai Bambu


Negeri China selalu menyimpan kisah pilu, khususnya bagi anak Tuhan yang berdomisili di negeri tirai bambu itu. Penangkapan, pemenjaraan, penganiayaan hingga sampai meregang nyawa, bukan sesuatu yang baru di negeri China. Ini yang mendasari menjamurnya gereja-gereja “bawah tanah” di negeri China, bak cendawan di musim hujan.
Tak hanya kebebasan beribadah yang langka di negeri China, Alkitab juga jarang ditemukan di negeri panda. Akibatnya, lembar demi lembar halaman Alkita dirobek, dan dibagikan kepada tiap orang Kristen. Lembar itu kemudian dihapalkan, dan esok minggu dibagikan kepada saudara seiman lainnya.
Ngen Do Man, pendeta setempat, adalah martir China yang tewas pada tahun 1991. Satu hari di bulan Januari, ia sedang menuju pertemuan dengan orang-orang Kristen lainnya di sebuah ibadah rumah yang tersembunyi di balik bukit. Ini bukan perjalanan pertama bagi pendeta yang juga sekaligus berprofesi sebagai penginjil itu.
Selama tiga tahun melayani Tuhan, Ngen Do Man sudah memenangkan lebih dari 200 jiwa di negeri China. Walhasil, ia diberi catatan hitam oleh otoritas negeri China, dan beberapa kali dijadikan target operasi bak penjahat kelas kakap. Selama tiga tahun itu pula, Ngen Do man berhasil melarikan diri. Tapi hari itu, kisahnya tak lagi sama.
Di tengah perjalanan, belasan orang berwajah sangar dengan senjata tajam menghadang Ngen Do Man. Tanpa gentar sedikit pun, Ngen Do Man memanjatkan doa, “Tuhan, terima kasih aku boleh mendapatkan kehormatan demi memperjuangkan namaMu. Ampunilah mereka. Jangan tanggungkan dosa ini kepada mereka,” siang itu untuk terakhir kalinya, Ngen Do Man melayani Tuhan di dunia. Usai berdoa, ia pun diserbu dan disiksa, dengan 13 tusukan yang menewaskan nyawanya seketika.
Tiga tahun kemudian, sebuah rumah di Taoyuan, Saanxi, yang difungsikan sebagai tempat ibadah, diserang. Dua orang perempuan muda Kristen tak berhasil melarikan diri. Salah seorang dari mereka bernama Lai Manping, yang baru berusia 20 tahun. Mereka dipukul dengan kejam, ditaruh di atas kompor, dan batu gerinda seberat 59 kg diletakkan di atas punggung mereka. Kemudian mereka dipukuli dengan tongkat, pakaian mereka dilepas, dan (maaf) pantat mereka dilecut dengan cambuk yang ujungnya berkait. Maka, segumpal daging terlepas, darah segar pun mengucur deras.
Manping akhirnya tewas mengenaskan. Usai penyiksaan, seorang Kristen yang lain mengambil mayat Manping dan segera menguburkannya tanpa ada upacara apa pun.
Kisah pilu dari negeri tirai bambu terus berlanjut, kali ini terjadi di tahun 1996. Gereja rumah di desa Xiangshan, Guandong, diserbu untuk keempat kalinya. Syahdan, seorang pemuda berusia 17 tahun, Jiang Guoxion, tertangkap dan dibawa ke penjara. Jiang adalah anak pemimpin gereja, Yang Qun.
Di sana, Jiang diperlakukan dengan brutal. Ia dipukuli dengan kejam di hampir semua bagian tubuhnya. Tak cukup sampai di situ, otoritas juga menyiksanya dengan sebuah alat penjepit jempol. Sementara Jiang menghuni rumah prodeo, Yang Quan sang ayah, terus mewartakan injil dan tetap membuka rumahnya sebagai tempat peribadatan orang Kristen di sana.

No comments:

Post a Comment